Program
pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja merupakan salah satu usaha perluasan
lapangan kerja produktif dan usaha pemanfaatan potensi tenaga kerja. Upaya untuk
memanfaatkan potensi tenaga kerja penganggur dan
setengah penganggur dilakukan melalui perencanaan tenaga kerja,
tenaga kerja mandiri profesional, pemerataan kesempatan kerja antardaerah,
ekspor jasa tenaga kerja, teknologi padat karya, dan
pengindonesiaan tenaga kerja warga negara asing pendatang.
1) Perencanaan tenaga kerja
Perencanaan tenaga kerja
pada hakikatnya merupakan upaya mempertemukan penyediaan dan kebutuhan tenaga
kerja, baik antarsektor, antardaerah, maupun antarnegara. Pada tahun 1995,
disusun Perencanaan Tenaga Kerja Nasional dan Daerah yang dalam prosesnya
melibatkan seluruh instansi sektoral dan Bappeda. Dengan tersusunnya
perencanaan tenaga kerja tersebut, maka pendayagunaan tenaga kerja menjadi
semakin terarah. Secara operasional, perencanaan tenaga kerja dilaksanakan
melalui informasi ketenagakerjaan. Informasi ketenagakerjaan mencakup informasi
persediaan tenaga kerja keluaran sistem pendidikan dan
pelatihan, kebutuhan kuantitatif dan kualitatif tenaga kerja, lowongan
pekerjaan dan persyaratannya, informasi mengenai upah, kebutuhan pelatihan,
serta informasi yang berkaitan dengan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar
negeri.
Untuk menunjang sistem
informasi ketenagakerjaan secara rinci dikembangkan sistem informasi dan bursa
kerja terpadu yang dapat membantu perencanaan tenaga kerja dan melakukan
kegiatan antarkerja secara aktif. Di samping itu, dilaksanakan pendidikan dan pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan tenaga analis dan teknisi informasi
ketenagakerjaan, agar mampu mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis masalah
ketenagakerjaan. Informasi tersebut memuat keadaan pasar kerja yang meliputi
jumlah pencari kerja, permintaan dan penempatan tenaga kerja.
Pada tahun 1995/96, jumlah tenaga kerja yang mendaftar ada
sebanyak 3.617,5 ribu orang, dan permintaan sebanyak 435,0 ribu orang.
Dari jumlah itu yang berhasil ditempatkan sebanyak 389,5 ribu orang. Dengan
yang tergolong dihapuskan sebanyak 836,9 ribu orang, maka terdapat sisa pendaftaran sebanyak 2.391,0 ribu orang (Tabel
IV-3).
2) Tenaga Kerja Mandiri Profesional
Dalam rangka
mendayagunakan tenaga kerja terdidik agar menjadi tenaga kerja mandiri dan
pengusaha pemula, dikembangkan kegiatan yang dikenal dengan nama
tenaga kerja mandiri profesional (TKMP). TKMP bertujuan untuk
menumbuhkembangkan kader-kader wirausaha bagi tenaga kerja lulusan
perguruan tinggi (sarjana) maupun tenaga kerja terdidik lainnya
yang mempunyai motivasi dan minat untuk menjadi wirausaha.
Penyaluran dan pembinaan TKMP antara lain diupayakan melalui kerja
sama dengan perguruan tinggi, dan dengan lembaga swadaya masyarakat
(LSM), serta melalui penempatan di unit-unit ekonomi produktif, dan daerah
perdesaan tertinggal.
Pada tahun
1995/96 telah dilaksanakan pembinaan TKMP terhadap 2.000 orang sebagai calon
pengusaha pemula melalui kerja sama dengan 27 perguruan tinggi di
seluruh wilayah Indonesia. Dibandingkan tahun 1994/95, baik jumlah yang dibina
maupun cakupan kerja sama yang dilakukan dengan perguruan tinggi mengalami peningkatan. Selain itu, melalui kerja sama
dengan LSM didayagunakan sejumlah 1.279 pekerja keluarga yang belum optimal untuk dibina sebagai pemula usaha di
perusahaan kecil dan menengah.
Sebagai
tindak lanjut dari penempatan di unit-unit ekonomi produktif, pada tahun
1995/96 ditempatkan TKMP sejumlah 2.367 orang sarjana dan 2.875 orang lulusan
SMTA dan lulusan pendidikan nongelar (D3 dan D4). Selama bertugas
dua tahun di lapangan, tenaga kerja dapat bertindak sebagai motivator
dan konsultan manajemen koperasi/KUD, pemandu wirausaha dan motivator di
lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD), tenaga penyuluh dan tenaga teknis di sektor-sektor pembangunan yang membutuhkan
seperti penyuluh hukum, penyuluh dan motivator
keluarga berencana, dan berbagai tugas di daerah transmigrasi.
Dalam rangka
melanjutkan program pengentasan kemiskinan, khususnya masyarakat di perdesaan
tertinggal, pada tahun 1995/96 ditempatkan TKMP sebanyak 1.127 orang sebagai
pendamping kelompok
masyarakat. Tujuan dari penempatan ini antara lain membantu kelompok masyarakat di perdesaan
tertinggal dalam mengelola dana bergulir yang disalurkan sebagai bantuan
permodalan untuk meningkatkan usahanya.
Secara keseluruhan, TKMP yang dibina menjadi pengusaha pemula,
ditempatkan di unit-unit ekonomi produktif, maupun yang ditempatkan di
perdesaan tertinggal, seluruhnya berjumlah 9.648 orang. Keadaan ini meningkat
bila dibandingkan dengan tahun 1994/95 yang berjumlah 4.087 orang (Tabel IV-4).
Meningkatnya jumlah TKMP ini disebabkan semakin
dibutuhkannya tenaga terdidik khususnya sarjana sebagai tenaga
mandiri yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.
3) Pemerataan Kesempatan Kerja Antardaerah
Dalam rangka
meningkatkan pemerataan kesempatan kerja antardaerah, kegiatan penyaluran dan penempatan tenaga kerja
melalui mekanisme AKL dan AKAD terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Melalui mekanisme AKL ditempatkan tenaga kerja secara
langsung ke berbagai perusahaan termasuk pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) dan
penanganan lahan kritis. Melalui mekanisme AKAD, ditempatkan tenaga kerja ke
perusahaan dengan koordinasi berbagai instansi antara lain pada program
penyaluran pemuda motivator di daerah transmigrasi dan perkebunan inti
rakyat. Tenaga kerja yang ditempatkan tersebut dipersiapkan sebagai tenaga terampil dalam berbagai
kegiatannya. Pada tahun 1995/96, melalui mekanisme AKL dan AKAD telah berhasil
ditempatkan tenaga kerja masing-masing sebanyak 187,6 ribu orang dan 57,6 ribu
orang (Tabel IV-5).
4) Ekspor Jasa Tenaga Kerja
Pengiriman
tenaga kerja ke luar negeri sebagai ekspor jasa tenaga kerja diupayakan untuk ditingkatkan
dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja terampil dan mengurangi jumlah tenaga
kerja tidak terampil. Mekanisme pengiriman telah disempurnakan antara lain
melalui pembinaan dan bimbingan yang lebih ketat bagi perusahaan yang melaksanakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Pembinaan dan bimbingan dirnaksudkan untuk menghindari terjadinya pengiriman secara ilegal, yang dapat
merugikan baik bagi tenaga kerja yang bersangkutan maupun nama baik
bangsa dan Negara.
Pada tahun 1995/96 telah dikirim tenaga kerja Indonesia ke berbagai
negara sebanyak 120.896 orang. Jumlah ini menurun 33,0 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1994/95 (Tabel
IV-5). Hal ini disebabkan pengiriman tenaga kerja lebih diarahkan ke sektor formal
di berbagai bidang seperti perkebunan, angkutan, listrik dan elektronika,
pelayanan kesehatan, perhotelan, industri pengolahan, perminyakan, dan pertambangan, sehingga seleksi dan
penerimaannya menjadi lebih ketat. Sebagian besar tenaga kerja tersebut dikirim ke
negara-negara Timur Tengah, dan sebagian lagi ke Malaysia, Brunei, Singapura,
Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa negara di Eropa.
5) Teknologi Padat Karya
Penerapan dan penyebarluasan teknologi
padat karya (TPK) untuk memperkuat usaha kecil dan usaha kerajinan industri
rumah tangga terus dilanjutkan dengan menggunakan alat-alat produksi sederhana.
Jenis teknologi yang disebarluaskan meliputi peningkatan produksi dan teknologi
yang dapat dikembangkan untuk usaha mandiri. Pada tahun 1995/96, diterapkan dan
disebarluaskan 9 jenis TPK pada lokasi terpilih, khususnya di perdesaan
tertinggal. Untuk itu, dilakukan pelatihan bagi 60 kader di 27 propinsi agar
mampu mengembangkan potensi daerah setempat melalui kelompok usaha. Kelompok usaha yang memanfaatkan TPK tersebut
mencakup 3.000 orang. Dalam rangka mencari alternatif jenis TPK, dikembangkan pula '9 jenis teknologi
barn sehingga dapat meningkatkan barang dan jasa yang dihasilkan dan memperluas
kesempatan kerja serta kesempatan berusaha.
Dengan demikian, sampai dengan tahun kedua Repelita VI jumlah TPK telah menjadi 43
jenis.
6) Pengindonesiaan
Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
Pembatasan melalui pengendalian izin kerja bagi
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dilakukan guna
memperluas lapangan kerja
dan meningkatkan profesionalisme tenaga kerja Indonesia. Bentuk
pengendalian izin kerja tersebut dilakukan dengan menambah, memperluas, dan menyempurnakan daftar
jabatan yang tertutup, masih terbuka, dan terbuka untuk sementara waktu, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahun 1995/96, terdapat
sebanyak 5.153 jumlah jenis jabatan yang dibatasi, terdiri dari jumlah jenis jabatan yang tertutup
sebanyak 1.841, diizinkan untuk waktu tertentu sebanyak 3.089, dan terbuka
untuk sementara waktu sebanyak 223 (Tabel IV-6 dan Tabel IV-7). Walaupun jumlah
jenis jabatan yang dibatasi tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya,
upaya pengambilalihan berbagai jabatan dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia
terus dilaksanakan melalui pelatihan di perusahaan yang mempekerjakan tenaga
kerja asing.
c. Program Pelatihan dan Peningkatan
Keterampilan Tenaga Kerja
Program pelatihan
dan peningkatan keterampilan tenaga kerja bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan dan keahlian serta profesionalisme tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan pembangunan di berbagai sektor dan daerah. Program ini
dilaksanakan melalui pelatihan keterampilan dan pemagangan, pelatihan
masyarakat, serta pembinaan dan penataran tenaga
kepelatihan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelatihan keterampilan
dilaksanakan dengan melibatkan peran serta pengguna tenaga kerja atau
perusahaan mulai dari saat perencanaan, penyusunan program sampai pada
pelaksanaan pelatihan. Dalam rangka meningkatkan kualitas
hasil pelatihan, peran serta asosiasi profesi dan keahlian
serta asosiasi perusahaan juga terus ditingkatkan.
1) Pelatihan Keterampilan dan
Pemagangan
Pelatihan
keterampilan dilaksanakan sebagai upaya untuk menjembatani kesenjangan antara
keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu dilakukan
penataan kembali penyelenggaraan pelatihan khususnya di BLK/KLK yang berjumlah
153 buah di seluruh Indonesia. Penataan kembali pelatihan dilaksanakan antara
lain dengan mengembangkan dan mengklasifikasikan tipe-tipe BLK/KLK, menjadi
tipe industri untuk yang berlokasi dekat dengan daerah industri, tipe khusus yang berdasarkan potensi
ekonomi sektoral tertentu, seperti pariwisata dan
agrobisnis, dan tipe yang menitikberatkan pada pelatihan keliling/mobile training
unit (MTU) bagi usaha kecil dan menengah. Selain
itu, juga dikembangkan tipe BLK untuk meningkatkan kualitas instruktur dan
pengembangan program pelatihan.
Peranan
BLK/KLK juga terus ditingkatkan dalam upaya meningkatkan keterampilan tenaga kerja,
antara lain melalui penambahan peralatan pelatihan, perbaikan sarana bengkel
pelatihan dan relokasi beberapa peralatan pelatihan yang disesuaikan dengan
potensi dan pengembangan daerah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan
pengguna dan persyaratan mutu tenaga kerja dilakukan penyempurnaan kurikulum
dan silabus pelatihan, penambahan waktu pelatihan dan peningkatan kerja
sama/kemitraan pelatihan. Dalam tahun 1995/96 pelatihan keterampilan yang
dilaksanakan oleh BLK/KLK telah diikuti oleh 68.623 orang yang
meliputi pelatihan di balai latihan industri sebanyak 32.663 orang, di
balai latihan pertanian 2.160 orang, dan sisanya dilatih melalui pelatihan
keliling sebanyak 33.800 orang. Jumlah ini meningkat 15,7 persen
apabila dibandingkan dengan tahun 1994/95 (Tabel IV-8).
Pelatihan
pemagangan ditujukan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil, (Competen, dan produktif,
sebagai perwujudan peran serta dunia usaha di dalam pelaksanaan dan
pengembangan sistem pelatihan. Pelatihan pemagangan juga diharapkan dapat
membantu mengatasi masalah kesenjangan antara mutu keterampilan lulusan
pelatihan dengan kebutuhan dunia kerja. Kejuruan pemagangan meliputi antara
lain bidang otomotif, permesinan, listrik, las, mekanisasi pertanian, dan
pengolahan hasil pertanian. Untuk membantu perusahaan dalam
menyelenggarakan pelatihan, diberikan jasa pelayanan meliputi metodologi
pelatihan, kurikulum, standar kualifikasi keterampilan, dan kerja
sama/kemitraan pelatihan. Pada tahun 1995/96 pelatihan pemagangan
telah diperluas dari semula di 11 lokasi menjadi 31 lokasi BLK. Pelatihan
ini diikuti oleh 1.377 orang tenaga kerja yang melibatkan 527
perusahaan. Keadaan ini meningkat dibandingkan dengan tahun 1994/95 yang
berjumlah 496 orang.
2) Pelatihan Masyarakat
Pelatihan
masyarakat dilaksanakan melalui lembaga pelatihan swasta dan diarahkan pada
jenis-jenis pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kesempatan
kerja yang tersedia. Untuk itu, lembaga pelatihan swasta terus
didorong dan ditingkatkan peranannya. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan lembaga
pelatihan swasta antara lain berupa pembinaan, pelatihan dan penyuluhan
mengenai kurikulum dan silabus, serta peningkatan kualitas instruktur. Seiring
dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga kerja, lembaga pelatihan
swasta dinilai secara menye-Iuruh melalui proses akreditasi. Akreditasi dimaksudkan untuk menentukan jenjang status kelembagaan sebagai cerminan
kemampuan yang dimiliki lembaga dalam menyelenggarakan pelatihan kerja. Di cam-ping itu,
himpunan lembaga pelatihan swasta didorong untuk menciptakan dan memanfaatkan
kemitraan antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan, disusun standar pelatihan kerja dan
standar kualifikasi keterampilan. Penyusunan standar tersebut melibatkan
berbagai unsur, baik dari pemerintah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan,
maupun industri. Pada tahun 1995/96, telah selesai disusun 34 standar
kualifikasi keterampilan, 34 standar pelatihan kerja, dan 30 standar materi uji
keterampilan.
3)
Pembinaan dan Penataran Tenaga Kepelatihan
Dalam rangka meningkatkan mutu pelatihan dan
profesionalisme tenaga kepelatihan, pembinaan dan penataran dilanjutkan
dan ditingkatkan, baik jumlah maupun kualitasnya. Pembinaannya dilaksanakan melalui pendidikan dan
pelatihan, penugasan dan pemberian pengalaman praktek di industri, studi
banding, penataran, seminar, dan sebagainya. Pembinaan dilaksanakan baik di
dalam maupun di luar negeri secara berjenjang sejalan
dengan kualifikasi dan program pelatihan yang dikembangkan. Bagi
tenaga kepelatihan yang memenuhi persyaratan
diberi kesempatan untuk menempuh program gelar (sarjana) dan nongelar (diploma) serta
uji keterampilan (sertifikat keahlian dan keterampilan). Pada tahun
1995/96, dilatih dan ditatar 1.665 orang instruktur pelatihan kerja
dan tenaga kepelatihan dari 27 propinsi. Jumlah yang_ dilatih dan
ditatar menunjukkan peningkatan sebesar 26,6 persen bila dibandingkan
dengan tahun 1994/95.
Seiring dengan upaya pembinaan dan
penataran tenaga kepelatihan, disusun pula data base yang memungkinkan diperoleh gambaran tentang profil
instruktur pelatihan kerja. Pada tahun 1995/96 dilaksanakan penyusunan dan
pengkajian profil instruktur BLK/KLK yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran
yang menyeluruh, baik dari aspek jumlah maupun kualitasnya yang dibutuhkan
dalam upaya meningkatkan kualitas pelatihan.
4. Program Pembinaan
Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja
Program pembinaan
hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja ditujukan untuk mewujudkan
ketenangan kerja dan berusaha sehingga tercipta
hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha. Program ini dilaksanakan melalui
pembinaan dan pengembangan sistem HIP, perbaikan syarat-syarat kerja dan
perlindungan tenaga kerja. Pengembangan HIP ditujukan untuk
mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan
secara kekeluargaan serta sekaligus menumbuhkembangkan lembaga
ketenagakerjaan. Perbaikan syarat-syarat kerja antara lain
dilaksanakan melalui pengembangan sistem pengupahan yang terpadu dan
bertahap didasarkan pada kebutuhan hidup, pengembangan diri
pekerja, dan keluarganya. Perlindungan tenaga kerja dilaksanakan melalui
pengawasan dan penerapan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan norma kerja, penerapan dan pembudayaan keselamatan dan
kesehatan kerja, serta pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.
Sumber : http://www.bappenas.go.id/
0 komentar:
Posting Komentar