JASA OUTSOURCING DI MEDAN

JASA OUTSOURCING DI MEDAN

Minggu, 01 Juni 2014

Program Pendayagunaan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Program pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja merupakan salah satu usaha perluasan lapangan kerja produktif dan usaha peman­faatan potensi tenaga kerja. Upaya untuk memanfaatkan potensi tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur dilakukan melalui perencanaan tenaga kerja, tenaga kerja mandiri profesional, pemerataan kesempatan kerja antardaerah, ekspor jasa tenaga kerja, teknologi padat karya, dan pengindonesiaan tenaga kerja warga negara asing pendatang.

1) Perencanaan tenaga kerja

Perencanaan tenaga kerja pada hakikatnya merupakan upaya mempertemukan penyediaan dan kebutuhan tenaga kerja, baik antar­sektor, antardaerah, maupun antarnegara. Pada tahun 1995, disusun Perencanaan Tenaga Kerja Nasional dan Daerah yang dalam proses­nya melibatkan seluruh instansi sektoral dan Bappeda. Dengan ter­susunnya perencanaan tenaga kerja tersebut, maka pendayagunaan tenaga kerja menjadi semakin terarah. Secara operasional, perenca­naan tenaga kerja dilaksanakan melalui informasi ketenagakerjaan. Informasi ketenagakerjaan mencakup informasi persediaan tenaga kerja keluaran sistem pendidikan dan pelatihan, kebutuhan kuantitatif dan kualitatif tenaga kerja, lowongan pekerjaan dan persyaratannya, informasi mengenai upah, kebutuhan pelatihan, serta informasi yang berkaitan dengan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Untuk menunjang sistem informasi ketenagakerjaan secara rinci dikembangkan sistem informasi dan bursa kerja terpadu yang dapat membantu perencanaan tenaga kerja dan melakukan kegiatan antarkerja secara aktif. Di samping itu, dilaksanakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan tenaga analis dan teknisi informasi ketenagakerjaan, agar mampu mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis masalah ketenagakerjaan. Informasi tersebut memuat keadaan pasar kerja yang meliputi jumlah pencari kerja, permintaan dan penempatan tenaga kerja. Pada tahun 1995/96, jumlah tenaga kerja yang mendaftar ada sebanyak 3.617,5 ribu orang, dan permintaan sebanyak 435,0 ribu orang. Dari jumlah itu yang berhasil ditempatkan sebanyak 389,5 ribu orang. Dengan yang tergolong dihapuskan sebanyak 836,9 ribu orang, maka terdapat sisa pendaf­taran sebanyak 2.391,0 ribu orang (Tabel IV-3).

2) Tenaga Kerja Mandiri Profesional

Dalam rangka mendayagunakan tenaga kerja terdidik agar menjadi tenaga kerja mandiri dan pengusaha pemula, dikembangkan kegiatan yang dikenal dengan nama tenaga kerja mandiri profesional (TKMP). TKMP bertujuan untuk menumbuhkembangkan kader-kader wirausaha bagi tenaga kerja lulusan perguruan tinggi (sarjana) maupun tenaga kerja terdidik lainnya yang mempunyai motivasi dan minat untuk menjadi wirausaha. Penyaluran dan pembinaan TKMP antara lain diupayakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi, dan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta melalui penempatan di unit-unit ekonomi produktif, dan daerah perdesaan tertinggal.
Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pembinaan TKMP terhadap 2.000 orang sebagai calon pengusaha pemula melalui kerja sama dengan 27 perguruan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Dibandingkan tahun 1994/95, baik jumlah yang dibina maupun cakupan kerja sama yang dilakukan dengan perguruan tinggi mengalami peningkatan. Selain itu, melalui kerja sama dengan LSM didayagunakan sejumlah 1.279 pekerja keluarga yang belum optimal untuk dibina sebagai pemula usaha di perusahaan kecil dan menengah.
Sebagai tindak lanjut dari penempatan di unit-unit ekonomi produktif, pada tahun 1995/96 ditempatkan TKMP sejumlah 2.367 orang sarjana dan 2.875 orang lulusan SMTA dan lulusan pendidikan nongelar (D3 dan D4). Selama bertugas dua tahun di lapangan, tenaga kerja dapat bertindak sebagai motivator dan konsultan manajemen koperasi/KUD, pemandu wirausaha dan motivator di lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD), tenaga penyuluh dan tenaga teknis di sektor-sektor pembangunan yang membutuhkan seperti penyuluh hukum, penyuluh dan motivator keluarga berencana, dan berbagai tugas di daerah transmigrasi.
Dalam rangka melanjutkan program pengentasan kemiskinan, khususnya masyarakat di perdesaan tertinggal, pada tahun 1995/96 ditempatkan TKMP sebanyak 1.127 orang sebagai pendamping ke­lompok masyarakat. Tujuan dari penempatan ini antara lain membantu kelompok masyarakat di perdesaan tertinggal dalam mengelola dana bergulir yang disalurkan sebagai bantuan permodalan untuk mening­katkan usahanya.
Secara keseluruhan, TKMP yang dibina menjadi pengusaha pemula, ditempatkan di unit-unit ekonomi produktif, maupun yang ditempatkan di perdesaan tertinggal, seluruhnya berjumlah 9.648 orang. Keadaan ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 1994/95 yang berjumlah 4.087 orang (Tabel IV-4). Meningkatnya jumlah TKMP ini disebabkan semakin dibutuhkannya tenaga terdidik khususnya sarjana sebagai tenaga mandiri yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.
3) Pemerataan Kesempatan Kerja Antardaerah
Dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan kerja antar­daerah, kegiatan penyaluran dan penempatan tenaga kerja melalui mekanisme AKL dan AKAD terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Melalui mekanisme AKL ditempatkan tenaga kerja secara langsung ke berbagai perusahaan termasuk pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) dan penanganan lahan kritis. Melalui mekanisme AKAD, ditempatkan tenaga kerja ke perusahaan dengan koordinasi berbagai instansi antara lain pada program penyaluran pemuda motivator di daerah transmigrasi dan perkebunan inti rakyat. Tenaga kerja yang ditempatkan tersebut dipersiapkan sebagai tenaga terampil dalam berbagai kegiatannya. Pada tahun 1995/96, melalui mekanisme AKL dan AKAD telah berhasil ditempatkan tenaga kerja masing-masing sebanyak 187,6 ribu orang dan 57,6 ribu orang (Tabel IV-5).

4)   Ekspor Jasa Tenaga Kerja
Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri sebagai ekspor jasa tenaga kerja diupayakan untuk ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja terampil dan mengurangi jumlah tenaga kerja tidak terampil. Mekanisme pengiriman telah disempurnakan antara lain melalui pembinaan dan bimbingan yang lebih ketat bagi perusahaan yang melaksanakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Pembinaan dan bimbingan dirnaksudkan untuk menghindari terjadinya pengiriman secara ilegal, yang dapat merugikan baik bagi tenaga kerja yang bersangkutan maupun nama baik bangsa dan Negara.
Pada tahun 1995/96 telah dikirim tenaga kerja Indonesia ke berbagai negara sebanyak 120.896 orang. Jumlah ini menurun 33,0 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1994/95 (Tabel IV-5). Hal ini disebabkan pengiriman tenaga kerja lebih diarahkan ke sektor formal di berbagai bidang seperti perkebunan, angkutan, listrik dan elektronika, pelayanan kesehatan, perhotelan, industri pengolahan, perminyakan, dan pertambangan, sehingga seleksi dan penerimaannya menjadi lebih ketat. Sebagian besar tenaga kerja tersebut dikirim ke negara-negara Timur Tengah, dan sebagian lagi ke Malaysia, Brunei, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa negara di Eropa.

5)   Teknologi Padat Karya

Penerapan dan penyebarluasan teknologi padat karya (TPK) untuk memperkuat usaha kecil dan usaha kerajinan industri rumah tangga terus dilanjutkan dengan menggunakan alat-alat produksi sederhana. Jenis teknologi yang disebarluaskan meliputi peningkatan produksi dan teknologi yang dapat dikembangkan untuk usaha mandiri. Pada tahun 1995/96, diterapkan dan disebarluaskan 9 jenis TPK pada lokasi terpilih, khususnya di perdesaan tertinggal. Untuk itu, dilakukan pelatihan bagi 60 kader di 27 propinsi agar mampu mengembangkan potensi daerah setempat melalui kelompok usaha. Kelompok usaha yang memanfaatkan TPK tersebut mencakup 3.000 orang. Dalam rangka mencari alternatif jenis TPK, dikembangkan pula '9 jenis teknologi barn sehingga dapat meningkatkan barang dan jasa yang dihasilkan dan memperluas kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Dengan demikian, sampai dengan tahun kedua Repelita VI jumlah TPK telah menjadi 43 jenis.

6) Pengindonesiaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang

Pembatasan melalui pengendalian izin kerja bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia dilakukan guna memperluas lapangan kerja dan meningkatkan profesionalisme tenaga kerja Indonesia. Bentuk pengendalian izin kerja tersebut dilakukan dengan menambah, memperluas, dan menyempurnakan daftar jabatan yang tertutup, masih terbuka, dan terbuka untuk sementara waktu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahun 1995/96, terdapat sebanyak 5.153 jumlah jenis jabatan yang dibatasi, terdiri dari jumlah jenis jabatan yang tertutup sebanyak 1.841, diizinkan untuk waktu tertentu sebanyak 3.089, dan terbuka untuk sementara waktu sebanyak 223 (Tabel IV-6 dan Tabel IV-7). Walaupun jumlah jenis jabatan yang dibatasi tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya, upaya pengambilalihan berbagai jabatan dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia terus dilaksanakan melalui pelatihan di perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing.
c. Program Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan Tenaga Kerja
Program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian serta profesionalisme tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan di berbagai sektor dan daerah. Program ini dilaksanakan melalui pelatihan keterampilan dan pemagangan, pelatihan masyarakat, serta pembinaan dan penataran tenaga kepelatihan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelatihan keterampilan dilaksanakan dengan melibatkan peran serta pengguna tenaga kerja atau perusahaan mulai dari saat perencanaan, penyusunan program sampai pada pelaksanaan pe­latihan. Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pelatihan, peran serta asosiasi profesi dan keahlian serta asosiasi perusahaan juga terus ditingkatkan.

1) Pelatihan Keterampilan dan Pemagangan

Pelatihan keterampilan dilaksanakan sebagai upaya untuk men­jembatani kesenjangan antara keluaran sistem pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu dilakukan penataan kembali penye­lenggaraan pelatihan khususnya di BLK/KLK yang berjumlah 153 buah di seluruh Indonesia. Penataan kembali pelatihan dilaksanakan antara lain dengan mengembangkan dan mengklasifikasikan tipe-tipe BLK/KLK, menjadi tipe industri untuk yang berlokasi dekat dengan daerah industri, tipe khusus yang berdasarkan potensi ekonomi sektoral tertentu, seperti pariwisata dan agrobisnis, dan tipe yang menitikberatkan pada pelatihan keliling/mobile training unit (MTU) bagi usaha kecil dan menengah. Selain itu, juga dikembangkan tipe BLK untuk meningkatkan kualitas instruktur dan pengembangan program pelatihan.
Peranan BLK/KLK juga terus ditingkatkan dalam upaya mening­katkan keterampilan tenaga kerja, antara lain melalui penambahan peralatan pelatihan, perbaikan sarana bengkel pelatihan dan relokasi beberapa peralatan pelatihan yang disesuaikan dengan potensi dan pengembangan daerah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan pengguna dan persyaratan mutu tenaga kerja dilakukan penyempur­naan kurikulum dan silabus pelatihan, penambahan waktu pelatihan dan peningkatan kerja sama/kemitraan pelatihan. Dalam tahun 1995/96 pelatihan keterampilan yang dilaksanakan oleh BLK/KLK telah diikuti oleh 68.623 orang yang meliputi pelatihan di balai latihan industri sebanyak 32.663 orang, di balai latihan pertanian 2.160 orang, dan sisanya dilatih melalui pelatihan keliling sebanyak 33.800 orang. Jumlah ini meningkat 15,7 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1994/95 (Tabel IV-8).
Pelatihan pemagangan ditujukan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil, (Competen, dan produktif, sebagai perwujudan peran serta dunia usaha di dalam pelaksanaan dan pengembangan sistem pelatihan. Pelatihan pemagangan juga diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesenjangan antara mutu keterampilan lulusan pelatihan dengan kebutuhan dunia kerja. Kejuruan pemagangan meliputi antara lain bidang otomotif, permesinan, listrik, las, mekanisasi pertanian, dan pengolahan hasil pertanian. Untuk membantu perusahaan dalam menyelenggarakan pelatihan, diberikan jasa pelayanan meliputi metodologi pelatihan, kurikulum, standar kualifikasi keterampilan, dan kerja sama/kemitraan pelatihan. Pada tahun 1995/96 pelatihan pemagangan telah diperluas dari semula di 11 lokasi menjadi 31 lokasi BLK. Pelatihan ini diikuti oleh 1.377 orang tenaga kerja yang melibatkan 527 perusahaan. Keadaan ini meningkat dibandingkan dengan tahun 1994/95 yang berjumlah 496 orang.

2)  Pelatihan Masyarakat

Pelatihan masyarakat dilaksanakan melalui lembaga pelatihan swasta dan diarahkan pada jenis-jenis pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kesempatan kerja yang tersedia. Untuk itu, lembaga pelatihan swasta terus didorong dan ditingkatkan peranan­nya. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan lem­baga pelatihan swasta antara lain berupa pembinaan, pelatihan dan penyuluhan mengenai kurikulum dan silabus, serta peningkatan kualitas instruktur. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga kerja, lembaga pelatihan swasta dinilai secara menye-Iuruh melalui proses akreditasi. Akreditasi dimaksudkan untuk menen­tukan jenjang status kelembagaan sebagai cerminan kemampuan yang dimiliki lembaga dalam menyelenggarakan pelatihan kerja. Di cam-ping itu, himpunan lembaga pelatihan swasta didorong untuk menciptakan dan memanfaatkan kemitraan antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan, disusun standar pelatihan kerja dan standar kualifikasi keterampilan. Penyusunan standar tersebut melibatkan berbagai unsur, baik dari pemerintah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, maupun industri. Pada tahun 1995/96, telah selesai disusun 34 standar kualifikasi keterampilan, 34 standar pelatihan kerja, dan 30 standar materi uji keterampilan.

3) Pembinaan dan Penataran Tenaga Kepelatihan

Dalam rangka meningkatkan mutu pelatihan dan profesionalisme tenaga kepelatihan, pembinaan dan penataran dilanjutkan dan ditingkatkan, baik jumlah maupun kualitasnya. Pembinaannya dilak­sanakan melalui pendidikan dan pelatihan, penugasan dan pemberian pengalaman praktek di industri, studi banding, penataran, seminar, dan sebagainya. Pembinaan dilaksanakan baik di dalam maupun di luar negeri secara berjenjang sejalan dengan kualifikasi dan program pelatihan yang dikembangkan. Bagi tenaga kepelatihan yang meme­nuhi persyaratan diberi kesempatan untuk menempuh program gelar (sarjana) dan nongelar (diploma) serta uji keterampilan (sertifikat keahlian dan keterampilan). Pada tahun 1995/96, dilatih dan ditatar 1.665 orang instruktur pelatihan kerja dan tenaga kepelatihan dari 27 propinsi. Jumlah yang_ dilatih dan ditatar menunjukkan peningkatan sebesar 26,6 persen bila dibandingkan dengan tahun 1994/95.
Seiring dengan upaya pembinaan dan penataran tenaga kepela­tihan, disusun pula data base yang memungkinkan diperoleh gambaran tentang profil instruktur pelatihan kerja. Pada tahun 1995/96 dilaksanakan penyusunan dan pengkajian profil instruktur BLK/KLK yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh, baik dari aspek jumlah maupun kualitasnya yang dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas pelatihan.

4. Program Pembinaan Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja

Program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja ditujukan untuk mewujudkan ketenangan kerja dan berusaha se­hingga tercipta hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha. Program ini dilaksanakan melalui pembinaan dan pengembangan sistem HIP, perbaikan syarat-syarat kerja dan perlindungan tenaga kerja. Pengembangan HIP ditujukan untuk mempertemukan aspirasi pekerja dengan kemampuan perusahaan secara kekeluargaan serta sekaligus menumbuhkembangkan lembaga ketenagakerjaan. Perbaikan syarat-syarat kerja antara lain dilaksanakan melalui pengembangan sistem pengupahan yang terpadu dan bertahap didasarkan pada kebutuhan hidup, pengembangan diri pekerja, dan keluarganya. Perlindungan tenaga kerja dilaksanakan melalui pengawasan dan penerapan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan norma kerja, penerapan dan pembudayaan keselamatan dan kesehatan kerja, serta pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.

0 komentar:

Posting Komentar