A. PENDAHULUAN
Pembangunan ketenagakerjaan
dalam Repelita VI ditujukan untuk memperluas lapangan kerja produktif dalam jumlah dan mutu yang memadai,
menyerap tambahan angkatan kerja baru, menghilangkan setengah pengangguran
secara bertahap, mengurangi kesenjangan produktivitas antarsektor, meningkatkan
pemerataan antardaerah, mengurangi jumlah pekerja di sektor pertanian, dan
meningkatkan kesempatan kerja khususnya di :sektor industri dan jasa.
Dalam rangka itu telah dilaksanakan
berbagai kegiatan pembangunan ketenagakerjaan untuk menciptakan iklim yang
mendukung perluasan lapangan kerja, meningkatkan kualitas dan produktivitas
tenaga kerja, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
Selama dua tahun
Repelita VI, pembangunan ketenagakerjaan telah mampu
menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan mutu yang memadai. Tambahan angkatan kerja baru
yang masuk pasar kerja dapat diikuti dari angka-angka perluasan lapangan kerja
di berbagai sektor dan daerah. Pada
tahun 1995, jumlah angkatan kerja, yaitu penduduk
berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan mencari pekerjaan, adalah
sebesar 85,6 juta orang, sedangkan jumlah pekerja yaitu angkatan kerja yang bekerja, adalah
sebesar 81,2 juta orang. Dengan demikian,
jumlah pencari kerja atau penganggur sebesar 4,4 juta orang atau sekitar 5,1 persen.
Dalam rangka
memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran,
khususnya bagi tenaga kerja terdidik, antara lain
telah diupayakan penyaluran dan pembinaan tenaga
kerja menjadi tenaga kerja mandiri profesional (TKMP). Pembinaan tenaga kerja
ini lebih diutamakan bagi
mereka yang mempunyai motivasi dan minat untuk menjadi kader wiraswasta.
Penyaluran diutamakan pada unit-unit ekonomi produktif di perdesaan, seperti
koperasi unit desa (KUD) dan daerah tertinggal lainnya. Selama dua
tahun Repelita VI, telah dilaksanakan penyaluran dan pembinaan TKMP sebanyak
13,7 ribu orang.
Penyaluran tenaga
kerja dilaksanakan melalui mekanisme
antarkerja antardaerah (AKAD)
dan antarkerja lokal (AKL). Pada tahun kedua Repelita VI telah disalurkan melalui kedua
mekanisme tersebut masing-masing sebanyak 100,1 ribu orang
dan 544,9 ribu orang. Di samping itu, untuk memanfaatkan kesempatan kerja di
luar negeri didorong ekspor jasa tenaga kerja (EJTK), dalam rangka program
antarkerja antarnegara (AKAN). Melalui EJTK ini telah disalurkan tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri sebanyak 301,3 ribu orang.
Peningkatan kualitas tenaga kerja diusahakan melalui
pelatihan kerja di balai-balai latihan kerja (BLK) dan
kursus-kursus latihan kerja (KLK). Tenaga kerja yang telah dilatih di
BLK/KLK selama dua tahun Repelita VI, berjumlah 127,9 ribu orang, meliputi
pelatihanpelatihan di bidang industri, pertanian, termasuk pelatihan keliling/mobile training unit (MTU). Untuk meningkatkan produktivitas
dan keahlian di bidang manajerial bagi usaha kecil dan menengah telah
dilaksanakan pelatihan bidang manajemen bagi 23,8 ribu orang di balai pengembangan
produktivitas daerah (BPPD).
Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja diupayakan terutama melalui
penetapan upah minimum regional (UMR) yang ditinjau secara berkala. Sampai
dengan tahun. kedua
Repelita VI telah ditetapkan 28 upah minimum regional di 27 propinsi.
Pelaksanaan UMR telah mencapai 90,7 persen dari kebutuhan hidup minimum (KHM).
Upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja ditempuh pula melalui program jaminan
sosial tenaga kerja (Jamsostek). Sampai tahun kedua Repelita VI, jumlah peserta
Jamsostek telah mencapai 56,7 ribu perusahaan dan mencakup sebanyak 8.814,3
ribu tenaga kerja.
Pengembangan hubungan industrial Pancasila (HIP) dilaksanakan dengan pemantapan fungsi lembaga
ketenagakerjaan. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI) adalah wadah pekerja Indonesia, dan sampai dengan tahun kedua
Repelita VI telah terbentuk sebanyak 12.739 unit kerja. Lembaga kerja sama (LKS) bipartit
sebagai wahana konsultasi antara pengusaha dan pekerja di perusahaan telah
terbentuk sebanyak 5.271 buah. LKS tripartit yang berfungsi
sebagai forum konsultasi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, telah
berkembang di 27 propinsi/Dati I dan 216 Dati II.
B. SASARAN,
KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM REPELITA VI
Sasaran
perluasan lapangan kerja diarahkan untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru
yang masuk pasar kerja. Dalam Repelita VI tambahan angkatan kerja bare
diperkirakan sebesar 12,6 juta
orang. Dengan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor pembangunan,
kesempatan kerja akan bertambah sebesar 11,9 juta orang,
yaitu di sektor pertanian termasuk kehutanan, peternakan, dan perikanan sebesar 1,9 juta, di sektor
industri pengolahan 3,0 juta, di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan,
hotel, dan restauran sebesar
2,2 juta, di sektor jasa kemasyarakatan sebesar 2,3 juta dan sektor
lainnya sebesar 2,5 juta. Dengan demikian, tingkat penganggur terbuka yang pada tahun 1990 sebesar
3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi sebesar 0,8 persen pada tahun 1998.
Jumlah penganggur sebesar 0,8 persen tersebut atau sekitar 0,7 juta ini terdiri atas, antara lain, tenaga kerja
keluaran sistem pendidikan dan pelatihan yang baru masuk pasar kerja dan
mencari pekerjaan serta angkatan kerja yang pindah pekerjaan.
Untuk mendukung tercapainya sasaran penciptaan lapangan kerja dengan jumlah dan mutu yang meningkat di berbagai bidang
dan sektor pembangunan, ditempuh serangkaian kebijaksanaan pembangunan
ketenagakerjaan yang meliputi: (a) pembinaan iklim bagi perluasan lapangan kerja,
peningkatan efisiensi dan produktivitas, antara lain dengan menciptakan
iklim usaha yang sehat dan
dinamis, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan
pelatihan produktivitas, penciptaan iklim produktivitas di masyarakat
melalui peningkatan fungsi kelembagaan produktivitas; (b) pendayagunaan
tenaga kerja produktif, melalui program khusus bagi kelompok
angkatan kerja tertentu, seperti tenaga kerja muda terdidik, penganggur
dan setengah penganggur; (c) peningkatan kualitas tenaga kerja
antara lain melalui pelatihan keterampilan dengan mengupayakan adanya
kemitraan pelatihan tenaga kerja antara penyelenggara dan pengguna tenaga
kerja, pengembangan kelembagaan pelatihan; dan (d) pengembangan kesejahteraan
tenaga kerja melalui penciptaan hubungan industrial Pancasila yang serasi dan
didukung oleh perbaikan syarat kerja dan perlindungan tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja wanita dan anak yang terpaksa bekerja.
Atas dasar
sasaran dan kebijaksanaan pembangunan ketenagakerjaan seperti dikemukakan di
atas, ditempuh serangkaian program pembangunan ketenagakerjaan yang mencakup
dua kelompok program, yaitu program pokok dan penunjang. Program pokok meliputi
program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas, program
pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja, program pelatihan dan peningkatan
keterampilan tenaga kerja, serta program pembinaan hubungan industrial dan
perlindungan tenaga kerja. Program penunjang terdiri dari program pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan ketenagakerjaan, dan program penelitian dan
pengembangan ketenagakerjaan.
C. PELAKSANAAN
DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN KEDUA REPELITA VI
Pada tahun
kedua Repelita VI, kegiatan pembangunan telah menghasilkan perluasan lapangan
kerja di berbagai sektor, sebagaimana terlihat pada Tabel IV-1 dan IV-2. Tabel
IV-1 menunjukkan besarnya jumlah angkatan kerja yang
bekerja menurut lapangan usaha dan tingkat pendidikan pada tahun 1995,
dan Tabel IV -2 memberikan gambaran tentang jumlah angkatan kerja
yang bekerja menurut lapangan usaha dan status pekerjaan utama pada tahun 1995.
Ditinjau
menurut lapangan usaha, pada tahun 1995, jumlah keseluruhan angkatan kerja yang
bekerja adalah sebesar 81,2 juta orang. Proporsi pekerja menurut lapangan usaha
utama sangat bervariasi. Jumlah angkatan
kerja yang bekerja terbesar banyak terserap dalam
lapangan usaha utama pertanian, yaitu sebesar 38,4 juta orang dengan proporsi sebesar 47,3 persen,
sedangkan sisanya, yaitu 42,8 juta orang (52,7 persen) bergerak di luar sektor
pertanian. Lapangan usaha
utama nonpertanian terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian, industri
pengolahan, listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan, keuangan dan jasa.
Jumlah terbesar kedua setelah pekerja di sektor pertanian, adalah pekerja di
sektor perdagangan yaitu sebesar
13,5 juta orang (16,6 persen) dan disusul secara berurutan oleh pekerja di
sektor jasa yaitu 11,8 juta orang (14,5 persen) serta di sektor industri pengolahan yaitu
8,6 juta orang (10,7 persen).
Dilihat dari
tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh pekerja, sebagian besar pekerja
memiliki tingkat pendidikan SD dan SD ke bawah. Secara keseluruhan kelompok pekerja yang
tamat SD dan SD ke bawah
ini berjumlah 58,4 juta orang atau 71,8 persen. Jumlah angkatan kerja yang
berpendidikan SMTP adalah sebesar 8,8 juta orang (10,9 persen), sedangkan yang berpendidikan
SMTA sebanyak 11,4 juta (14,0 persen). Jumlah pekerja yang
berpendidikan perguruan tinggi
sebanyak 2,6 juta (3,2 persen).
Ditinjau dari
status pekerjaan, angkatan kerja yang bekerja meliputi mereka yang bekerja di
sektor informal dan formal. Mereka yang berstatus sebagai pekerja di sektor informal
tampak masih cukup besar, yaitu berjumlah 53,3 juta orang atau 65,7
persen. Kelompok ini terdiri dari pekerja yang berusaha sendiri
tanpa bantuan orang lain 16,1 juta (19,8
persen), berusaha dengan dibantu orang lain 20,5 juta (25,3
persen) dan pekerja keluarga 16,7 juta (20,6 persen). Di sisi lain, kelompok pekerja di sektor
formal sebesar 27,9 juta orang atau sebesar 34,3 persen, yaitu terdiri dari
pekerja yang berusaha dengan buruh tetap 1,0 juta (1,2 persen) dan buruh/karyawan,
baik pemerintah maupun swasta, berjumlah 26,9 juta (33,1 persen).
Meskipun sebagian besar pekerja masih berpendidikan rendah dan bekerja di
sektor informal, namun tidak mengurangi kemampuan tenaga kerja untuk
memproduksi barang dan jasa. Kemampuan pekerja dalam menghasilkan barang dan
jasa tersebut tercermin dari nilai produktivitas pekerja Indonesia. Pada tahun
1995, berdasarkan harga konstan 1993, produktivitas pekerja Indonesia yang
diukur dari PDB per pekerja cukup memberikan basil yang memuaskan yaitu sebesar
Rp4,7 juta. Membaiknya produktivitas, diharapkan dapat memberi sumbangan yang
berarti kepada pendapatan nasional dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan
pekerja.
Pelaksanaan dan basil pembangunan tahun
kedua Repelita VI melalui program pokok dan penunjang di
sektor ketenagakerjaan pada garis besarnya adalah sebagai berikut.
1. Program Pokok
a.
Program Pembinaan dan Pengembangan Kesempatan Kerja dan Produktivitas
Program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan
produktivitas bertujuan untuk mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja terutama di koperasi, usaha menengah, dan usaha kecil. Melalui kegiatan-kegiatan dalam
program ini, diupayakan untuk menciptakan iklim yang dapat mendorong perluasan lapangan kerja dan peningkatan efisiensi secara menyeluruh. Upaya yang ditempuh meliputi pengembangan
produktivitas dan pembinaan lembaga produktivitas.
1) Pengembangan Produktivitas
Dalam rangka
menciptakan iklim dan membudayakan produktivitas di masyarakat, dilakukan
usaha-usaha untuk mendorong peningkatan dan pengembangan
produktivitas. Kegiatannya antara lain meliputi penyebaran informasi
produktivitas melalui kampanye dan penyuluhan di perusahaan kecil dan
menengah dan pemberian penghargaan bagi perusahaan yang berpotensi meningkatkan
produktivitas. Selain itu, juga disusun pola pengembangan model peningkatan
produktivitas usaha produktif, terutama untuk pengembangan kewirausahaan. Pada
tahun 1995/96, dilakukan uji coba model untuk mengembangkan desa
produktif di 27 propinsi yang dilakukan melalui kegiatan pengukuran
produktivitas di 135 perusahaan,
dan penelitian di 152 desa yang bercorak persawahan, perkebunan, industri kecil,
kerajinan rakyat, perdagangan dan jasa.
Dalam rangka
meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas tenaga kerja, dan manajemen perusahaan
yang melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan, diselenggarakan berbagai
pelatihan kepemimpinan/manajemen, dan usaha
mandiri sektor informal di balai peningkatan produktivitas daerah
(BPPD). Pada tahun 1995/96, dilaksanakan pelatihan yang diikuti
oleh 13.493 orang, di antaranya sebanyak 3.600 orang diarahkan bagi
pembentukan kader produktivitas yang dapat membantu menyebarluaskan dan
meningkatkan produktivitas. Selain itu, dilakukan
juga penyuluhan produktivitas di 540 perusahaan. Untuk memasyarakatkan
produktivitas, pada tahun 1995/96 dilakukan pemberian penghargaan
produktivitas "Siddhakarya" untuk tingkat propinsi kepada 159
perusahaan yang berhasil menerapkan konsep
produktivitas dan mengembangkan usahanya. Untuk tingkat nasional pada
tahun 1994/95, diberikan penghargaan produktivitas "Paramakarya" kepada 11 perusahaan.
2) Pembinaan Lembaga Produktivitas
Pembinaan lembaga
produktivitas dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan pelayanan bagi usaha kecil dan
menengah, serta diarahkan pada upaya pengembangan kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja produktif.
Untuk itu, dilaksanakan konsultansi manajemen dan pembentukan
unit produktivitas di setiap sektor dan unit usaha. Pada tahun
1995/96, dilaksanakan pembinaan konsultansi manajemen di 1.180
perusahaan menengah. Guna memperluas jaringan
pelayanan penyuluhan, pembinaan, konsultansi produktivitas, dan pengembangan sistem
informasi produktivitas, dibentuk sebanyak 540 unit produktivitas di perusahaan
kecil dan menengah. Pembinaan konsultansi manajemen dan pembentukan unit
produktivitas meningkat dibandingkan tahun 1994/95 yang masingmasing hanya 5
perusahaan dan 277 unit produktivitas.
Sumber : http://www.bappenas.go.id/
0 komentar:
Posting Komentar