JASA OUTSOURCING DI MEDAN

JASA OUTSOURCING DI MEDAN

Minggu, 01 Juni 2014

TENAGA KERJA DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA

A. PENDAHULUAN

Pembangunan ketenagakerjaan dalam Repelita VI ditujukan untuk memperluas lapangan kerja produktif dalam jumlah dan mutu yang memadai, menyerap tambahan angkatan kerja baru, menghilangkan setengah pengangguran secara bertahap, mengurangi kesenjangan produktivitas antarsektor, meningkatkan pemerataan antardaerah, mengurangi jumlah pekerja di sektor pertanian, dan meningkatkan kesempatan kerja khususnya di :sektor industri dan jasa.
Dalam rangka itu telah dilaksanakan berbagai kegiatan pem­bangunan ketenagakerjaan untuk menciptakan iklim yang mendukung perluasan lapangan kerja, meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.
 Selama dua tahun Repelita VI, pembangunan ketenagakerjaan telah mampu menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah dan mutu yang memadai. Tambahan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja dapat diikuti dari angka-angka perluasan lapangan kerja di berbagai sektor dan daerah. Pada tahun 1995, jumlah angkatan kerja, yaitu penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan mencari pekerjaan, adalah sebesar 85,6 juta orang, sedangkan jumlah pekerja yaitu angkatan kerja yang bekerja, adalah sebesar 81,2 juta orang. Dengan demikian, jumlah pencari kerja atau penganggur sebesar 4,4 juta orang atau sekitar 5,1 persen.
 Dalam rangka memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran, khususnya bagi tenaga kerja terdidik, antara lain telah diupayakan penyaluran dan pembinaan tenaga kerja menjadi tenaga kerja mandiri profesional (TKMP). Pembinaan tenaga kerja ini lebih diutamakan bagi mereka yang mempunyai motivasi dan minat untuk menjadi kader wiraswasta. Penyaluran diutamakan pada unit-unit ekonomi produktif di perdesaan, seperti koperasi unit desa (KUD) dan daerah tertinggal lainnya. Selama dua tahun Repelita VI, telah dilaksanakan penyaluran dan pembinaan TKMP sebanyak 13,7 ribu orang.
 Penyaluran tenaga kerja dilaksanakan melalui mekanisme antar­kerja antardaerah (AKAD) dan antarkerja lokal (AKL). Pada tahun kedua Repelita VI telah disalurkan melalui kedua mekanisme tersebut masing-masing sebanyak 100,1 ribu orang dan 544,9 ribu orang. Di samping itu, untuk memanfaatkan kesempatan kerja di luar negeri didorong ekspor jasa tenaga kerja (EJTK), dalam rangka program antarkerja antarnegara (AKAN). Melalui EJTK ini telah disalurkan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sebanyak 301,3 ribu orang.
Peningkatan kualitas tenaga kerja diusahakan melalui pelatihan kerja di balai-balai latihan kerja (BLK) dan kursus-kursus latihan kerja (KLK). Tenaga kerja yang telah dilatih di BLK/KLK selama dua tahun Repelita VI, berjumlah 127,9 ribu orang, meliputi pelatihan­pelatihan di bidang industri, pertanian, termasuk pelatihan keliling/mobile training unit (MTU). Untuk meningkatkan produk­tivitas dan keahlian di bidang manajerial bagi usaha kecil dan menengah telah dilaksanakan pelatihan bidang manajemen bagi 23,8 ribu orang di balai pengembangan produktivitas daerah (BPPD).
Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja diupayakan terutama melalui penetapan upah minimum regional (UMR) yang ditinjau secara berkala. Sampai dengan tahun. kedua Repelita VI telah ditetapkan 28 upah minimum regional di 27 propinsi. Pelaksanaan UMR telah mencapai 90,7 persen dari kebutuhan hidup minimum (KHM). Upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja ditempuh pula melalui program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Sampai tahun kedua Repelita VI, jumlah peserta Jamsostek telah mencapai 56,7 ribu perusahaan dan mencakup sebanyak 8.814,3 ribu tenaga kerja.
 Pengembangan hubungan industrial Pancasila (HIP) dilaksanakan dengan pemantapan fungsi lembaga ketenagakerjaan. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) adalah wadah pekerja Indonesia, dan sampai dengan tahun kedua Repelita VI telah terbentuk sebanyak 12.739 unit kerja. Lembaga kerja sama (LKS) bipartit sebagai wahana konsultasi antara pengusaha dan pekerja di perusahaan telah terbentuk sebanyak 5.271 buah. LKS tripartit yang berfungsi sebagai forum konsultasi antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, telah berkembang di 27 propinsi/Dati I dan 216 Dati II.

B. SASARAN, KEBIJAKSANAAN, DAN PROGRAM REPELITA VI

Sasaran perluasan lapangan kerja diarahkan untuk menyerap tambahan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja. Dalam Repelita VI tambahan angkatan kerja bare diperkirakan sebesar 12,6 juta orang. Dengan laju pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor pembangunan, kesempatan kerja akan bertambah sebesar 11,9 juta orang, yaitu di sektor pertanian termasuk kehutanan, peternakan, dan perikanan sebesar 1,9 juta, di sektor industri pengolahan 3,0 juta, di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, hotel, dan restauran sebesar 2,2 juta, di sektor jasa kemasyarakatan sebesar 2,3 juta dan sektor lainnya sebesar 2,5 juta. Dengan demikian, tingkat penganggur terbuka yang pada tahun 1990 sebesar 3,2 persen akan dapat diturunkan menjadi sebesar 0,8 persen pada tahun 1998. Jumlah penganggur sebesar 0,8 persen tersebut atau sekitar 0,7 juta ini terdiri atas, antara lain, tenaga kerja keluaran sistem pendidikan dan pelatihan yang baru masuk pasar kerja dan mencari pekerjaan serta angkatan kerja yang pindah pekerjaan.
Untuk mendukung tercapainya sasaran penciptaan lapangan kerja dengan jumlah dan mutu yang meningkat di berbagai bidang dan sektor pembangunan, ditempuh serangkaian kebijaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang meliputi: (a) pembinaan iklim bagi perluasan lapangan kerja, peningkatan efisiensi dan produktivitas, antara lain dengan menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan pelatihan produktivitas, penciptaan iklim produktivitas di masyarakat melalui peningkatan fungsi kelembagaan produktivitas; (b) pendayagunaan tenaga kerja produktif, melalui program khusus bagi kelompok angkatan kerja tertentu, seperti tenaga kerja muda terdidik, penganggur dan setengah penganggur; (c) peningkatan kualitas tenaga kerja antara lain melalui pelatihan keterampilan dengan mengupa­yakan adanya kemitraan pelatihan tenaga kerja antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja, pengembangan kelembagaan pelatihan; dan (d) pengembangan kesejahteraan tenaga kerja melalui penciptaan hubungan industrial Pancasila yang serasi dan didukung oleh perbaikan syarat kerja dan perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita dan anak yang terpaksa bekerja.
Atas dasar sasaran dan kebijaksanaan pembangunan ketenaga­kerjaan seperti dikemukakan di atas, ditempuh serangkaian program pembangunan ketenagakerjaan yang mencakup dua kelompok program, yaitu program pokok dan penunjang. Program pokok meliputi program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas, program pendayagunaan dan penyebaran tenaga kerja, program pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja, serta program pembinaan hubungan industrial dan perlindungan tenaga kerja. Program penunjang terdiri dari program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan ketenagakerjaan, dan program penelitian dan pengembangan ketenagakerjaan.

C. PELAKSANAAN DAN HASIL PEMBANGUNAN TAHUN KEDUA REPELITA VI

Pada tahun kedua Repelita VI, kegiatan pembangunan telah menghasilkan perluasan lapangan kerja di berbagai sektor, sebagai­mana terlihat pada Tabel IV-1 dan IV-2. Tabel IV-1 menunjukkan besarnya jumlah angkatan kerja yang bekerja menurut lapangan usaha dan tingkat pendidikan pada tahun 1995, dan Tabel IV -2 memberikan gambaran tentang jumlah angkatan kerja yang bekerja menurut lapangan usaha dan status pekerjaan utama pada tahun 1995.
Ditinjau menurut lapangan usaha, pada tahun 1995, jumlah keseluruhan angkatan kerja yang bekerja adalah sebesar 81,2 juta orang. Proporsi pekerja menurut lapangan usaha utama sangat ber­variasi. Jumlah angkatan kerja yang bekerja terbesar banyak terserap dalam lapangan usaha utama pertanian, yaitu sebesar 38,4 juta orang dengan proporsi sebesar 47,3 persen, sedangkan sisanya, yaitu 42,8 juta orang (52,7 persen) bergerak di luar sektor pertanian. Lapangan usaha utama nonpertanian terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan, keuangan dan jasa. Jumlah terbesar kedua setelah pekerja di sektor pertanian, adalah pekerja di sektor perdagangan yaitu sebesar 13,5 juta orang (16,6 persen) dan disusul secara berurutan oleh pekerja di sektor jasa yaitu 11,8 juta orang (14,5 persen) serta di sektor industri pengolahan yaitu 8,6 juta orang (10,7 persen).
Dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh pekerja, sebagian besar pekerja memiliki tingkat pendidikan SD dan SD ke bawah. Secara keseluruhan kelompok pekerja yang tamat SD dan SD ke bawah ini berjumlah 58,4 juta orang atau 71,8 persen. Jumlah angkatan kerja yang berpendidikan SMTP adalah sebesar 8,8 juta orang (10,9 persen), sedangkan yang berpendidikan SMTA sebanyak 11,4 juta (14,0 persen). Jumlah pekerja yang berpendidikan perguruan tinggi sebanyak 2,6 juta (3,2 persen).
Ditinjau dari status pekerjaan, angkatan kerja yang bekerja meliputi mereka yang bekerja di sektor informal dan formal. Mereka yang berstatus sebagai pekerja di sektor informal tampak masih cukup besar, yaitu berjumlah 53,3 juta orang atau 65,7 persen. Kelompok ini terdiri dari pekerja yang berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain 16,1 juta (19,8 persen), berusaha dengan dibantu orang lain 20,5 juta (25,3 persen) dan pekerja keluarga 16,7 juta (20,6 persen). Di sisi lain, kelompok pekerja di sektor formal sebesar 27,9 juta orang atau sebesar 34,3 persen, yaitu terdiri dari pekerja yang berusaha dengan buruh tetap 1,0 juta (1,2 persen) dan buruh/karyawan, baik pemerin­tah maupun swasta, berjumlah 26,9 juta (33,1 persen).
Meskipun sebagian besar pekerja masih berpendidikan rendah dan bekerja di sektor informal, namun tidak mengurangi kemampuan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa. Kemampuan pekerja dalam menghasilkan barang dan jasa tersebut tercermin dari nilai produktivitas pekerja Indonesia. Pada tahun 1995, berdasarkan harga konstan 1993, produktivitas pekerja Indonesia yang diukur dari PDB per pekerja cukup memberikan basil yang memuaskan yaitu sebesar Rp4,7 juta. Membaiknya produktivitas, diharapkan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada pendapatan nasional dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Pelaksanaan dan basil pembangunan tahun kedua Repelita VI melalui program pokok dan penunjang di sektor ketenagakerjaan pada garis besarnya adalah sebagai berikut.
  
1. Program Pokok

a.      Program Pembinaan dan Pengembangan Kesempatan Kerja dan Produktivitas

Program pembinaan dan pengembangan kesempatan kerja dan produktivitas bertujuan untuk mendorong, memasyarakatkan dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama di koperasi, usaha menengah, dan usaha kecil. Melalui kegiatan-kegiatan dalam program ini, diupayakan untuk menciptakan iklim yang dapat mendorong perluasan lapangan kerja dan peningkatan efisiensi secara menyeluruh. Upaya yang ditempuh meliputi pengembangan produktivitas dan pembinaan lembaga produktivitas.
1) Pengembangan Produktivitas

Dalam rangka menciptakan iklim dan membudayakan produk­tivitas di masyarakat, dilakukan usaha-usaha untuk mendorong peningkatan dan pengembangan produktivitas. Kegiatannya antara lain meliputi penyebaran informasi produktivitas melalui kampanye dan penyuluhan di perusahaan kecil dan menengah dan pemberian penghargaan bagi perusahaan yang berpotensi meningkatkan produktivitas. Selain itu, juga disusun pola pengembangan model peningkatan produktivitas usaha produktif, terutama untuk pengembangan kewirausahaan. Pada tahun 1995/96, dilakukan uji coba model untuk mengembangkan desa produktif di 27 propinsi yang dilakukan melalui kegiatan pengukuran produktivitas di 135 perusa­haan, dan penelitian di 152 desa yang bercorak persawahan, per­kebunan, industri kecil, kerajinan rakyat, perdagangan dan jasa.
Dalam rangka meningkatkan kualitas, efisiensi, dan produktivitas tenaga kerja, dan manajemen perusahaan yang melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan, diselenggarakan berbagai pelatihan kepemimpinan/manajemen, dan usaha mandiri sektor informal di balai peningkatan produktivitas daerah (BPPD). Pada tahun 1995/96, dilaksanakan pelatihan yang diikuti oleh 13.493 orang, di antaranya sebanyak 3.600 orang diarahkan bagi pembentukan kader produk­tivitas yang dapat membantu menyebarluaskan dan meningkatkan produktivitas. Selain itu, dilakukan juga penyuluhan produktivitas di 540 perusahaan. Untuk memasyarakatkan produktivitas, pada tahun 1995/96 dilakukan pemberian penghargaan produktivitas "Siddhakarya" untuk tingkat propinsi kepada 159 perusahaan yang berhasil menerapkan konsep produktivitas dan mengembangkan usahanya. Untuk tingkat nasional pada tahun 1994/95, diberikan penghargaan produktivitas "Paramakarya" kepada 11 perusahaan.

2) Pembinaan Lembaga Produktivitas

Pembinaan lembaga produktivitas dimaksudkan untuk mengem­bangkan dan meningkatkan pelayanan bagi usaha kecil dan menengah, serta diarahkan pada upaya pengembangan kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja produktif. Untuk itu, dilaksanakan konsultansi manajemen dan pembentukan unit produktivitas di setiap sektor dan unit usaha. Pada tahun 1995/96, dilaksanakan pembinaan konsultansi manajemen di 1.180 perusahaan menengah. Guna memper­luas jaringan pelayanan penyuluhan, pembinaan, konsultansi produk­tivitas, dan pengembangan sistem informasi produktivitas, dibentuk sebanyak 540 unit produktivitas di perusahaan kecil dan menengah. Pembinaan konsultansi manajemen dan pembentukan unit produktivitas meningkat dibandingkan tahun 1994/95 yang masing­masing hanya 5 perusahaan dan 277 unit produktivitas.


0 komentar:

Posting Komentar